KH Nasaruddin Umar: Pahami Makna Persatuan dalam Bingkai Ukhuwah Islamiyah
Persatuan Indonesia merupakan sila yang ditujukan untuk mengantarkan kita pada situasi teduh, tenteram, dan nyaman dalam bernegara. Kenapa hal tersebut penting?
Oleh: Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA.
Jakarta, www.istiqlal.or.id-Indonesia merupakan negara yang menganut ideologi pancasila. Ideologi tersebut dibuat dengan landasan nilai-nilai luhur yang harus diterapkan masyarakat guna mencapai tujuan yang diharapkan. Misalnya saja mengenai persatuan bangsa. Sebagai masyarakat Indonesia, kita pasti akrab dengan bunyi sila ketiga, yaitu persatuan Indonesia.
Persatuan Indonesia merupakan sila yang ditujukan untuk mengantarkan kita pada situasi teduh, tenteram, dan nyaman dalam bernegara. Kenapa hal tersebut penting?
Karena hakikatnya, tanpa persatuan dan kesatuan, Indonesia tidak mungkin mencapai keluhuran. Bersyukurnya kita, lahir dan tumbuh di Indonesia, negara yang luhur dengan kerukunan masyarakatnya meski berada di tengah keberagaman suku, agama, ataupun ras yang ada.
Makna persatuan dan kesatuan juga sudah melekat dalam benak, menjadi penyebab kokohnya Ibu Pertiwi, meski banyak perbedaan latar belakang yang dijumpai.
Dalam kilas baliknya, kita sudah temui bahwa Indonesia sudah empat kali diramalkan akan terpecah belah. Namun uniknya, semua ramalan itu keliru. Karena hingga saat ini, kita masih kokoh dalam balutan persatuan dan kesatuan. Allah berikan kekuatan-Nya, yang inti dari kekuatan itu adalah kesatuan dan persatuan.
Kendatipun demikian, kita harus tetap saling menjaga keutuhan, karena persatuan dan tenggang rasa pada suatu negara tidak bisa muncul begitu saja. Hal tersebut perlu dipupuk dengan sikap toleransi, dan rasa saling menghargai. Oleh karenanya kita perlu bijaksana dalam berpikir dan bertindak.
Berikutnya catatan pahit sejarah mengenai penjajahan yang sempat diemban Indonesia, semoga bisa menjadi pengingat, bahwa kemerdekaan negara serta setiap ideologi yang tertulis di Pancasila, perlu kita jaga keluhurannya.
Allah berfirman pada Qs. Al-Hujurat: 10, artinya sebagai berikut.
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (QS Al-Hujurat [49]: 10).
Berlandaskan firman tersebut, semoga kita bisa pahami, bahwasannya menjaga persaudaraan antarsesama tanpa melihat latar belakangnya adalah proses sakral dalam menjaga keutuhan. Adapun perihal keimanan dan ketakwaan, itu sudah bagian dari hak Allah untuk menilainya. Biarlah sebagai manusia, kita tunaikan tugas untuk saling mengasihi dan menghargai.
Sebagaimana yang disampaikan Rasulullah SAW saat menghadapi kekeliruan cara berpikir Usama ibn Zaid ibn Haritsah, yang membunuh seorang musuh dalam kondisi sudah bersyahadat. Nabi menjawab, sebagaimana dikutip dalam kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik: Nahnu nahkumu bi aldhawahir wa Allahu yatawalla al-sarair, yang artinya, kita hanya menghukum apa yang tampak, dan Allah menentukan apa yang tersembunyi di dalam hati.
Dari pembelajaran di atas, kita bisa mengambil pesan untuk terus bersikap baik terhadap orang lain, terlepas dari perbedaan yang ada. Karena sejatinya kita hanya mengetahui yang nampak, dan hanya Allah yang Maha Mengetahui segala isi hati, bahkan segala hal yang tersembunyi.
Rajutlah ukhuwah dengan penuh kebaikan, terlebih pada bulan Ramadan yang merupakan bulan pemersatu, dan menjadi bulan paling istimewa dibanding sebelas bulan lainnya. Karena ukhuwah juga bisa menghadirkan kekuatan, dan sinergi akan lahirkan energi, sebagaimana lampu yang menyala karena adanya keterkaitan.
Oleh karenanya, mari kita jadikan Ramadan sebagai bengkel akhlak bagi diri, agar kita bisa lebih teratur dalam membenahi jiwa, pikiran, serta hati.
Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW, "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni." (Hadits Riwayat Imam al Bukhari nomor. 38 dan Imam Muslim nomor 760).
Segenap kita, mari menjadi lambang negara kita, Indonesia. Bukan hanya tentang negara, tapi juga dengan persatuannya dari keberagamannya. Mari saling berjabat, meraih Indonesia yang cemerlang di masa depan.
Artikel ini bersumber dari ceramah KH Nasaruddin Umar dalam acara Buka Puasa Bersama Indofood Ramadan 1442 Hijriah, di Plaza Sudirman, DKI Jakarta.
NF/NKM